Google
 

Senin, 21 April 2008

Terasku rame dengan tanaman

Taman wisata di teras rumahkuAku tidak punya pekarangan yang luas. Bahkan tanah pun tidak ada. Semua bagian tempat tinggalku saat ini berupa cor-coran semen. Maklum, aku masih tinggal di rumah kontrakan di Jakarta. Namun hal itu tidak menjadi kendala bagiku untuk menyalurkan hobbyku berkebebun. Bukankah kita bisa menanam tanaman di dalam pot?

Lihatlah foto di samping ini. Cukup menyejukkan mata bukan? Itulah foto "kebun kecilku" di teras rumah kontrakan. Meskipun hanya ditanam dalam pot-pot plastik, mereka bisa tumbuh dengan suburnya. Hijau daun-daunnya dan beberapa warna-warni bunga yang kadang berkembang cukup membuat suasana terasku menjadi lebih teduh. Setiap bangun pagi terasku itu serasa seperti taman kecil di pojok bangunan gedung rumah yang serba beton dan semen. Aku menyiraminya dua kali sehari, pagi dan sore.

Aku punya beberapa macam tanaman hias: anthurium gelombang cinta (wave of love), sri rejeki, philodendron, keladi tengkorak, aglonema, cocor bebek, anggrek tanah dan lain-lain. Bahkan beberapa tidak aku kenal namanya, yang penting tanaman itu asri dipandang. Ada juga tunas alpukat yang ditanam istriku. Dia merasa sayang kalau biji dari buah alpukat yang dia beli hanya dibuang begitu saja. Sementara aku juga menaman tunas beringin yang aku ambil dari rumah sakit St. Carolus Boromeus di hari kelahiran keponakanku. Untuk kenang-kenangan, maksudku.

Jadilah terasku rame dengan tanaman. Ternyata tanpa pekarangan luas pun aku masih bisa "menciptakan" tempat "wisata" sederhana. Ya, aku sering menyebutnya demikian karena tanaman-tanaman di dalam pot-pot di teras itu berfungsi mirip dengan tempat wisata: di sana aku merasa disegarkan dan hatiku terhibur oleh keindahan tanaman-tanaman itu. Sebelum berangkat kerja, taman kecilku itu seperti menghembuskan semangat dan gairah hidup yang baru. Sepulang kerja, ia seolah menyerap semua kepenatan dan kejenuhan yang ada di tubuhku. Ketika aku sulit tidur di malam hari pun tanaman-tanaman itu menemaniku untuk sejenak bercengkerama sampai kantuk tiba. Kadang-kadang mereka bahkan menyampaikan cerita malam tentang alam semesta yang agung ini. Beberapa malah mengajariku untuk berpuisi. Dan tak jarang mereka seolah mengajakku berdoa, sujud di hadapan Allah Sang Maha Pencipta. [skd]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar