Google
 

Senin, 07 April 2008

Pemikiran

Sawah Empat Macam

Indonesia tanah air kita telah lama dikenal sebagai negeri agraris (selain juga maritim). Tanah ladang di Indonesia amat luas. Sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Masyarakat kita hidup dari hasil bumi dengan bercocok tanam mengolah tanah. Indonesia bahkan menjadi negara swasembada pangan pada tahun 1980-an. Sebuah potensi dari anugerah ilahi yang patut disyukuri dan dirayakan.

Namun rupa-rupanya saat ini keagrarisan masyarakat kita patut dievaluasi kembali. Seiring dengan perkembangan zaman yang menawarkan gaya hidup perkotaan, dunia bercocok tanam kita menjumpai kondisi yang cukup menantang. Generasi penerus kita saat ini lebih demen pada dunia selai bercocok tanam dan mengolah tanah. Mereka terkondisi seperti itu baik dalam lingkungan pendidikan sekolah, pergaulan atau bahkan dalam keluarga sendiri. Sebagian besar orang tua menginginkan anak-anaknya untuk pergi "dari" sawah dan ladang.

Bermain di sawahTentu saja upaya-upaya optimistis untuk mengembalikan potensi agraris generasi kita itu tetap ada. Di televisi ada sebuah iklan layanan masyarakat dari HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) yang mengajak kita untuk membeli produk-produk pertanian dalam negeri. Beberapa perusahaan besar tidak ketinggalan juga telah mengembangkan Company Social Responsibility (CSR) di wilayah-wilayah masyarakat tani. Program-program acara kuliner yang saat ini sedang populer di televisi sering juga mengekspos lokasi-lokasi yang representatif untuk menumbuhkan minat beragrobisnis. Daerah-daerah agrowisata semakin tersebar dan dikembangkan di mana-mana. Suasana asri alam pedesaan bahkan menjadi trend yang dihadirkan di hotel-hotel atau restoran kota. Demam tanaman hias anthurium yang sempat booming beberapa saat lalu boleh juga kita pandang sebagai sebuah shocking moment tentang adanya peluang yang menjanjikan dari dunia kebun.

Terlalu bernilai bila stimulus-stimulus seperti itu lewat begitu saja. Ada beberapa insight yang terbertik dari hal-hal di atas:

  • Alam hidup agraris adalah anugerah ilahi yang patut disyukuri dan dirayakan dengan proaktivitas.

  • Kebanggaan akan keagrarisan masyarakat kita patut dievaluasi kembali untuk menemukan gagasan-gagasan dan sikap-sikap baru supaya minat akan dunia bercocok tanam dengan segala keunggulannya mendapatkan dukungan semenjak dini.

  • Bagaimana menanamkan dan mengembangkan apresiasi terhadap dunia bercocok tanam ini bisa dimulai sejak dini, baik dalam lingkungan pendidikan sekolah maupun dalam keluarga? [skd]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar